Friday, February 27, 2015

Mimpiku dan bapak.



Cerita ini bermula waktu saya membaca cerita Gulliver's Travel sambil tiduran di samping bapak. Bapak saya adalah seorang guru sekolah menengah pertama di kampung. Setiap hari beliau selalu membawakan kami buku-buku untuk kami baca. Hari itu buku yang bapak bawakan adalah Gulliver's Travel. Tiba-tiba saya bertanya ke bapak dari mana asalnya Gulliver itu. Tidak mau di cap payah oleh anaknya, bapak menjawab sekenanya: "Amerika" katanya. Di zaman saya kecil itu, orang-orang bule sepengetahuan kami hanya berasal dari dua tempat, kalau bukan dari Belanda, dia pasti dari Amerika. Kemudian saya bertanya lagi kepada bapak. "Berapa lama kira-kira waktu untuk terbang dengan pesawat dari Bolangat ke Amerika?" tanya saya. "Sekitar sembilan jam" Jawab bapak saya. "Pak, Saya satu sa'at nanti kaka akan ke Amerika!" kata saya. "Iya nak. Kita akan ke Amerika" kata bapak saya. Kemudian saya digendongnya dipunggungnya dan ia berpura-pura menjadi pesawat yang membawa saya ke Amerika. 

Saya menghabiskan masa kecil saya di Desa Bolangat, sebuah desa kecil di pesisir Sulawesi Utara. Semasa kecil tak henti-hentinya saya membaca berbagai rupa buku. Diantara bacaan yang paling saya sukai adalah sebuah tabloid tentang Australia, saya lupa judulnya apa. Disitu ada rubrik 'Kang Guru", Seingat saya rubrik itu berisi tentang pelajaran singkat bahasa inggris. Membaca tabloid itu semakin memupuk keinginan saya untuk ke Amerika. Sepengetahuan saya dulu Australia itu ada di Amerika dan saya tidak mau ke Belanda karena Belanda itu Kompeni. Saya juga tidak mau ke Inggris karena Inggris itu ada di Belanda.

Memasuki sekolah menengah pertama, saya hijrah ke Bintauna. Desa Bintauna sedikit lebih ramai dibanding Desa Bolangat. Di sekolah menengah pertama itulah pengetahuan geografi saya mulai membaik. Saya menjadi tahu bahwa Australia itu adalah sebuah negara di selatan Indonesia, bahwa Inggris itu adalah sebuah Negara Persemakmuran, bahwa Belanda ternyata hanya sebuah negara kecil yang banyak bunga tulipnya sementara Amerika itu bukanlah sebuah negara, tapi sebuah benua di mana Negara Amerika yang saya maksud ingin saya kunjungi itu sebenarnya adalah New York City!.
Di sekolah menengah pertama ini pula saya mulai belajar berbahasa inggris. One, two, three, I, Love dan You  adalah di antara kata-kata pertama yang saya pelajari waktu itu. Saat itu saya masih tertarik mempelajari  Eropa, Australia dan Eropa namun saat itu pula saya mulai tertarik mempelajari hal -hal lain, seperti perihal kaum hawa...

Di sekolah menengah atas saya kembali terpacu untuk mengejar mimpi saya semasa kecil ketika satu waktu datang di sekolah kami seorang pemuda Bolaang Mongondow yang baru saja menyelesaikan studinya di Amerika Serikat. Beliau yang saya lupa namanya itu sengaja mengunjungi sekolah-sekolah untuk memotivasi siswa-siswa untuk menempuh pendidikan tinggi se tinggi-tingginya. Beliau yang saya lupa namanya itu adalah salah seorang yang sangat berpengaruh dalam memotivasi saya untuk belajar giat, terutama belajar bahasa inggris. Oleh motivasi beliau lah maka ketika saya lulus sekolah menengah atas saya sedikitnya sudah bisa mengumpat orang dalam bahasa inggris.

Saya melanjutkan pendidikan tinggi saya di Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Sam Ratulangi Manado setelah sebelumnya sempat dinyatakan lulus di Fakultas Sastra Jurusan Sastra Jerman di universitas yang sama. Saya lupa kenapa tiba-tiba saja saya ingin bersekolah bahasa jerman pada waktu itu, mungkin karena keseringan nonton balapan Formula 1 sehingga saya jadi ingin menemui Michael Schumacher di Jerman.  Setelah lima tahun berkuliah di Fakultas Teknik, sekolah saya tak kunjung selesai jua. Saya menjadi larut dalam kesedihan, Perlahan-lahan mimpi untuk sekolah di Amerika Serikat mulai dikalahkan oleh mimpi untuk memperoleh ijazah Sarjana Teknik. Maka dengan bersusah payah, pada tahun ke delapan saya menyelesaikan studi saya dan memperoleh gelar Sarjana Teknik dengan IPK 3.08. Tak berapa lama sesudah di wisuda saya memperoleh pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. And so my dream of Studying in the United States would remain a dream... 

Or so I thought...

Kesempatan pertama untuk memenuhi impian masa kecil saya datang ketika saya diberi tahu oleh seorang teman tentang beasiswa PRESTASI USAID. Saya pun dengan semangat yang menyala-nyala mengirimkan lamaran ke panitia seleksi beasiswa itu. Berkas lamaran itu saya persiapkan dengan sangat baik dan sangat teliti. Essay-essay nya saya tulis dengan bahasa inggris se sopan-sopannya. Hingga datanglah hari pengumuman ketika saya diberikan kejutan luar biasa oleh PRESTASI USAID: Saya Tidak Lulus Seleksi! Setelah kasak-kusuk kesana-kemari mencari tahu dengan penuh kekecewaan saya ketahui ternyata PRESTASI USAID memprioritaskan perempuan! Dan memang pada dasarnya saya tidak cukup meyakinkan untuk di sekolahkan oleh Pemerintah Amerika Serikat. Selepas gagalnya saya dengan beasiswa PRESTASI USAID itu saya mulai melupakan lagi impian saya untuk studi ke Amerika Serikat. 

Hingga suatu saat...

Waktu itu saya sedang menunggu jam tayang film yang akan saya dan pacar saya tonton di Studio 21 Manado. Bosan lama menunggu saya mengajak pacar saya untuk jalan-jalan keliling mall sampai jam tayang dimulai. Maka turunlah kami ke lantai dua. Kami mengitari mall untuk beberapa saat. Mendekati waktu tayang film, saya mengajak pacar saya kembali untuk ke bioskop. Di tengah jalan itu saya dicegat oleh Pak Ferdy Maengkom yang sedang berjaga di standnya pada pameran pendidikan yang diadakan di mall itu. Beliau mengajak saya singgah sejenak di standnya. Saya diperkenalkan dengan universitas-universitas di Australia. Kata saya kepada beliau, saya tidak punya uang untuk kuliah di luar negeri dan saya sudah pernah gagal menjalin asmara... maksud saya, saya sudah pernah gagal memperoleh beasiswa sebelumnya. Beliau menyodorkan kepada saya sebuah brosur. Disitu tertulis penjelasan ringkas tentang Beasiswa Pendidikan Indonesia Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Republik Indonesia. Sepintas lalu membaca informasi beasiswa ini saya berfikir bahwa beasiswa ini too good to be true, sulit dipercaya ada beasiswa pemerintah yang menawarkan pembiayaan penuh untuk studi di luar negeri dengan persyaratan yang tidak bertele-tele seperti persyaratan beasiswa yang telah menyakiti hatiku dulu... this is nice.... this is good!. Dan sepulangnya saya dari nonton bioskop itu mulailah saya mencari tahu lebih dalam lagi mengenai LPDP. Setelah membaca berbagai blog yang membagi pengalaman mengikuti beasiswa ini sayapun memberanikan diri untuk mencoba mendaftarkan diri saya. Saya memohon kepada Tuhan, saya katakan bahwa saya sudah pernah kecewa dan saya tidak sanggup lagi untuk menerima kekecewaan yang kedua kalinya. 

Pada tanggal 24 Desember 2015, nampaknya Tuhan mendengar do'a saya. Saya memperoleh e-mail dari LPDP RI yang menyatakan kelulusan saya pada tahap wawancara. Dan mimpi saya dan bapak pun perlahan-lahan mulai terlihat seperti nyata..

(saya akan membagi pengalaman mengikuti seleksi beasiswa BPI LPDP RI di tulisan saya yang selanjutnya)

Bintauna, 27 Maret 2015